Sampai saat ini plasma nutfah tanaman kopi di Indonesia masih dikonservasikan secara ex situ di kebun-kebun percobaan. Rupanya, teknik budidaya tersebut dapat membuat keseragaman genetik tanaman kopi yang sangat beragam terancam punah. Pasalnya, budidaya ex situ dapat menyebabkan erosi genetik yang signifikan terhadap plasma nutfah.
Gambar 1. Tanaman Kopi
Melihat kondisi tersebut, Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Puslitbang Perkebunan mulai menggunakan teknik konservasi in vitro. Teknik ini berfungsi untuk mengatasi permasalahan yang sering terjadi pada konservasi ex situ. Oleh karena itu, konservasi in vitro dinilai mampu menjadi cara alternatif untuk melestarikan plasma nutfah kopi dari spesies yang viabilitas bijinya pendek.
Beberapa strategi yang digunakan dalam konservasi secara in vitro adalah penyimpanan dalam keadaan kultur tumbuh normal untuk penyimpanan jangka pendek, kemudian kultur tumbuh dengan pertumbuhan minimal (growth reduction or miniaturization), yakni kultur dengan pertumbuhan sangat lambat untuk penyimpanan jangak menengah, serta kultur sama sekali tidak tumbuh (suspend or stop the growth) karena kultur disimpan pada suhu sangat rendah sekitar -196C untuk penyimpanan jangka panjang.
Balittri melakukan konservasi in vitro untuk tanaman kopi dengan cara menambahkan senyawa inhibitor atau dengan memodifikasi unsur hara makro dan mikro pada media kultur. Metode ini tidak memerlukan biaya yang besar, tetapi dapat mengurangi frekuensi subkultur.
Berdasarkan hasil penelitian, penambahan senyawa inhibitor Paclobutrazol 2 mg/l terbukti dapat menekan pertumbuhan kultur kopi. Sementara itu, pengurangan unsur hara hingga setengah konsentrasi tidak dapat memperpanjang umur simpan kultur kopi dibanding kontrol MS penuh, tetapi cara ini dapat digunakan untuk efisiensi biaya. Dengan cara ini, kultur kopi bisa disimpan selama 8 bulan tanpa mengalami perubahan morfologi.