Babi hutan kerap merusak beberapa perkebunan sawit di Indonesia sehingga petani harus mengetahui teknik mengendalikan hama ini. Babi hutan yang mengganggu kebun kemungkinan disebabkan oleh habitat hutan sebagai tempat tinggalnya sudah menyusut sehingga babi masuk ke kebun kelapa sawit yang berdekatan dengan kawasan hutan. Serangan babi dapat menurunkan produktivitas sebesar 30 persen. Angka ini tergolong besar sehingga hama babi hutan harus dikendalikan dengan cara yang tepat.
Gambar 1. Lahan Tanaman Sawit
Biasanya, babi akan datang ke perkebunan atau lahan pertanian ketika persediaan pakan dan sumber air tergenang di habitat aslinya berkurang. Hewan ini senang berkubang setiap hari dan tidak tahan terhadap panas matahari. Dengan berkubang, babi dapat melindungi tubuhnya dari gangguan serangga. Babi tergolong hewan omnivora yang memangsa bermacam-macam invertebrata, ular, tikus, jamur, umbi-umbian, akar-akaran, serta berbagai jenis buah dan sayuran.
Umumnya, babi tidak membuat sarang sebagai tempat tinggal. Sarang hanya dibuat untuk betina yang akan melahirkan. Sarang tersebut dibuat di dalam lubang tanah sedalam 30–50 cm. Betina akan masuk ke lubang tersebut, lalu tubuhnya ditutupi dengan dedaunan, ranting, dan sisa tanaman yang sudah disiapkan sebelumnya.
Pencegahan juga bisa dilakukan dengan memasang perangkap seperti jaring atau jerat. Kedua perangkap ini dapat menangkap babi dalam keadaan hidup. Babi yang tertangkap dapat dipindahkan ke kebun binatang atau digunakan untuk keperluan penelitian.
Selain itu, babi juga dapat ditangkap dalam keadaan mati dengan alat berburu seperti tombak, panah, parang, dan senapan. Masyarakat biasanya melakukan perburuan babi hutan secara bersama-sama dan dibantu anjing pemburu.
Babi memiliki indera penglihatan yang kurang baik, tetapi indra penciumannya sangat tajam. Biasanya, babi akan mengeluarkan suara geraman ketika beraktivitas dan mencari makan. Saat ada gangguan, babi akan lari ke semak-semak untuk bersembunyi tanpa meninggalkan keributan.