Mungkin sebagian besar penduduk di luar Pulau Kalimantan agak asing ketika mendengar nama ikan papuyu (Anabas testudineus). Ikan ini merupakan ikan spesifik lokal di Indonesia yang sudah dikembangkan dan dibudidayakan sejak 1997 di Kalimantan Selatan oleh BPBAT Mandiangin, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Gambar 1. Ikan Papuyu
Pada 2009 keberhasilan produksi benih papuyu masih dalam skala kecil, tetapi sudah ditemukan teknologi pemijahannya untuk menghasilkan larva secara massal. Baru setelah itu, produksi ikan papuyu mulai menunjukkan perkembangan kuantitas yang cukup pesat sekitar 30.000—70.000 ekor benih berukuran 2—3 cm per bulan.
Masyarakat di Kalimantan Selatan menyukai papuyu karena dagingnya terasa enak dan gurih. Tak heran, permintaan ikan papuyu terbilang tinggi di pasaran. Permintaan dan harga jual akan semakin meningkat saat musim hujan datang di Banjarmasin dan sekitarnya. Harga jual ikan bisa mencapai Rp30.000 hingga Rp 80.000 per kilogram. Bahkan, terkadang harganya bisa mencapai Rp150.0000 per kilogram.
Induk papuyu dapat dipelihara dalam kolam beton/terpal/hapa seluas 1,5 m × 1 m dengan kedalaman air sekitar 0,8—1,0 m. Kepadatan kolam untuk budidaya sekitar 75—100 ekor/m2. Induk jantan dan induk betina harus dipelihara secara terpisah untuk mencegah terjadinya pemijahan liar.
Induk dapat diberikan pakan pelet komersial dengan kadar protein minimal 30 persen dengan dosis pakan per hari sekitar 3—5 persen dari bobot ikan. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore hari.
Pembesaran ikan papuyu umumnya berlangsung selama 8 bulan hingga ikan berbobot 80—120 gram/ekor.