Indonesia merupakan salah satu penghasil tembakau dengan mutu yang terbaik. Dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman tembakau, masih terkendala oleh adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Gangguan OPT tersebut dapat menimbulkan kerusakan berarti yang pada akhirnya menimbulkan kerugian hasil dan pendapatan petani.
Gambar 1. Gejala serangan S. litura
Sumber : Ditlinbun
Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan produksi, produktivitas dan mutu tembakau akibat adanya serangan OPT yaitu hama ulat Spodoptera litura atau dikenal dengan nama ulat grayak. Ulat grayak merupakan salah satu jenis hama pemakan daun yang sangat penting Ulat grayak menyerang tanaman tembakau yang baru ditanam sampai tanaman tua.. Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 80% sehingga perlu pengendalian yang tepat.
Gambar 2. a) Kelompok telur, b) Larva, c) Pupa, dan d) Imago S. litura
Telur biasanya diletakkan di bawah permukaan bawah daun secara berkelompok berkisar 4-8 kelompok. Jumlah telur setiap kelompok antara 30-100 butir. Telur tersebut ditutupi dengan bulu-bulu berwarna coklat keemasan. Diameter telur 0,3 mm sedangkan lama stadia telur berkisar antara 3-4. Larva mengalami perkembangan sebanyak 6 instar dan berlangsung selama 20 – 46 hari. Instar 1− 2 berwarna bening, mulai instar ke -3 berwarna hijau gelap dengan garis punggung berwarna gelap memanjang. Larva instar 4−6 pada bagian dorsal terdapat sepasang spot berbentuk bulan sabit di setiap ruas tubuhnya. Pada sisi samping terdapat garis gelap dan terang.
Klasifikasi Fase Pengendalian Berdasarkan Waktu
Setelah masa larva berakhir, selanjutnya masuk pada fase pupa yang berlangsung selama 7 − 10 hari. Pupa ini berwarna merah kecokelatan, panjang tubuh 15−20 mm, berada di dalam tanah sekitar tanaman terserang. Imago berupa ngengat dengan panjang tubuh 15 − 20 mm dan ditutupi sisik berwarna abu-abu kecokelatan. Bentang sayap berkisar 30−38 mm, sayap depan berwarna cokelat atau keperakan, sedang sayap belakang berwarna keputihan dengan noda hitam. Setiap induk dapat menghasilkan telur lebih dari 2.000 butir dalam waktu sekitar 6−8 hari. Siklus hidup hama ini berkisar 30−61 hari.
Pengendalian hama tembakau yang umum dilakukan adalah dengan menyemprotkan pestisida kimia sintesis pada tanaman. Penggunaan pestisida kimia sintesis selain harganya mahal juga berbahaya bagi lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkannya antara lain: hama menjadi kebal (resistensi), peledakan hama baru (resurjensi), terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia, kecelakaan bagi pengguna bahkan beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global atau yang bisa disebut global warming dan penipisan lapisan ozon. Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. World Health Organization (WHO) dan program lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang meninggal setiap tahunnya. Berdasarkan kasus tersebut, untuk itu perlu alternatif penggunaan pestisida kimia sintesis dalam mengendalikan serangan akibat hama ulat grayak. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan pestisida nabati seperti ekstrak biji sirsak (Annona muricata Linn.).
Gambar 3. Biji Sirsak
Sumber : FMIPA UNY
Menurut Peneliti FMIPA UNY bahwa biji sirsak mengandung anomuricin, annonacin, anomurine, atherospermine, caclourine, cohibin, panatellin, xylomaticon, reticuline, sabadelin, dan solamin. Dengan adanya kandungan zat tersebut maka biji sirsak dapat digunakan sebagai cairan insektisida dan larvasida yang dapat berperan sebagai cairan penolak serangga dan juga sebagai racun kontak dan perut serangga.
Ekstrak biji sirsak merupakan salah satu pestisida nabati yang memiliki kelebihan antara lain: degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari; toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman pada manusia dan lingkungan; memiliki spektrum pengendalian yang luas (broad spectrum); tidak bersifat fitotoksisitas (tidak meracuni/merusak tanaman); murah; mudah didapat dan dapat dibuat sendiri oleh petani.
Selain itu biji sirsak memiliki pengaruh yang cepat dalam menghentikan nafsu makan (palatabilitas) serangga tertinggi, yaitu 49,80%, walaupun jarang menyebabkan kematian. Pelarut yang baik untuk mengekstrak biji sirsak adalah metanol dengan penurunan aktivitas makan rata-rata 41,30% daripada menggunakan pelarut air. Penelitiannya dilakukan di Laboratorium Biopestisida, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor.
a. Cara pembuatan ekstrak biji sirsak dengan pelarut metanol dan air
- Pembuatan ekstrak biji sirsak dengan pelarut metanol
Biji sirsak segar sebanyak 25 g ditumbuk kemudian diekstrak dengan pelarut metanol sebanyak 100 ml selama 15 menit. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan blender. Hasil ekstraksi disentrifusi selama 20 menit dengan kecepatan 3.000 rpm, kemudian diuapkan menggunakan freezer dryer hingga volume ± 1 ml. Larutan tersebut kemudian diencerkan menggunakan akuades menjadi konsentrasi 5% dan selanjutnya larutan siap digunakan untuk perlakuan. - Pembuatan ekstrak biji sirsak dengan pelarut air
Biji sirsak segar sebanyak 100 g ditumbuk kemudian diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan homogenizer/ blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan selama 24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus dan selanjutnya larutan siap digunakan sebagai perlakuan.
b. Aplikasi di lapangan
Ekstrak biji sirsak ini efektif untuk mengendalikan serangga seperti ulat grayak pada tanaman tembakau. Selain itu juga dapat mengendalikan hama lainnya seperti kutu kapas (Aphis gosypii), lalat buah (Drosophila melanogaster), serta dapat mengendalikan nyamuk penyebab demam berdarah pada manusia (Aedes aegypti). Ekstrak biji sirsak yang telah diberi pelarut dan disaring selanjutnya dilakukan penyemprotan.