Kata gaharu berasal dari bahasa Melayu yang berarti harum. Gaharu adalah hasil hutan beraroma wangi yang didapatkan dari beberapa jenis kayu yang sudah mengalami proses tertentu. Aroma tersebut terbentuk akibat jaringan kayu pada beberapa jenis pohon terinfeksi.
Gambar 1. Kayu Gaharu
Komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) ini dipasarkan dalam bentuk kayu, serbuk, dan minyak (parfum). Produk dalam bentuk kayu sering digunakan sebagai bahan kerajinan atau peralatan upacara keagamaan. Produk dalam bentuk serbuk digunakan untuk dipa, hio, dan ratus. Sementara itu, produk dalam bentuk minyak digunakan sebagai bahan baku parfum.
Di dalam gaharu terdapat kandungan kimia yang terdiri atas sesquiterpene, sesquiter-pena alcohol, kompoun oxygenated, dan kromon. Ada 17 macam senyawa di dalamnya yang terdiri atas noroxoagarofuran, agarospirol, 3,4-dihidroksi-dihidro-agarufan, p-metoksi-benzilaseton, dan aquilochin.
Aroma pada gaharu didapatkan melalui ekstrasi resin dan kayunya. Hasil ekstrasi tersebut mengandung furanoid sesquiterpene yang sangat penting dan berguna untuk berbagai tujuan. Kandungan yang terdapat di dalam gaharu membuat komoditas ini berfungsi sebagai pewangi atau untuk ritual keagamaan.
Manfaat lain dari gaharu yang tidak kalah penting ialah sebagai sarana kesehatan atau penyembuhan, kosmetika, dupa, dan pengawet.
Gaharu sering digunakan untuk aktivitas kebudayaan dan ritual keagamaan. Umat Hindu, Buddha, Thao, Konghucu, Shinto, dan Katolik kerap menggunakan gaharu serbuk yang dibakar langsung untuk ritual keagamaan.
Di Timur Tengah, gaharu diminati sebagai bahan pengharum tubuh dan ruangan yang tahan lama. Tak heran, aroma-aroma komoditas ini sangat mudah dijumpai, bahkan dijadikan sebagai aromaterapi di spa-spa kelas atas.
Selain menjadi pewangi dan pengawet, gaharu bermanfaat sebagai obat herbal. Bagian tumbuhan penghasil gaharu seperti akar, daun, kulit, dan buah bisa digunakan sebagai bahan campuran ramuan obat tradisional.