Indonesia sudah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (CH4, N2 dan CO2). Salah satu upaya yang tengah dilakukan adalah penerapan perkebunan yang ramah lingkungan. Perkebunan yang ramah lingkungan akan memanfaatkan limbah tanaman perkebunan sebagai sumber bahan organik dan sumber bioenergi.
Gambar 1. Tanaman Sawit
Perkebunan juga kerap melakukan peremajaan pada tanaman yang sudah kurang produktif. Selain itu, masih ada beberapa langkah lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di lokasi kebun kelapa sawit.
Menggunakan bioenergi
Program B30 telah berkontribusi dalam menurunkan gas rumah kaca untuk sekitar 23,3 juta ton karbondioksida pada 2020.
Penggunaan pupuk organik
Kegiatan pemupukan pada bidang pertanian dan perkebunan sebetulnya menyumbang emisi gas rumah kaca yang relatif besar, yaitu sekitar 92,53 persen. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya substitusi pupuk anorganik dengan pupuk organik.
Pupuk organik yang digunakan dapat berasal dari limbah sawit dengan mengunakan dekomposer sebagai bahan baku dari limbah sawit juga. Penggunaan limbah cair sebagai pupuk berpotensi mereduksi emisi gas rumah kaca sebesar 0,015 TCO2eq/T TBS atau setara dengan 17,03 persen. Sementara itu, pemanfaatan janjang kosong berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 0,029 ec/T TBS atau setara dengan 33,98 persen.
Menanam kelapa sawit di lahan gambut
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa emisi gas yang dihasilkan dari kebun kelapa sawit yang dibudidayakan di lahan gambut sekitar 31,4057 ton CO2 per hektare per tahun. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan emisi gambut sekunder yang mencapai 127 ton CO2 per hektare per tahun.