Saat ini pasti Anda sudah sering mendengar istilah pertanian organik. Popularitas pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia ini naik seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap bahan pangan yang sehat. Prinsip pertanian organik adalah ramah lingkungan atau tidak merusak lingkungan hidup. Untuk mempertahankan dan melestarikan habitat tanaman, dapat dilakukan dengan pola tanam polikultur.
Gambar 1. Pertanian Organik
Pertanian konvensional kerap menimbulkan masalah karena penggunaan bahan kimia sintetis dalam jumlah yang berlebihan. Bahan kimia tersebut digunakan untuk menyuburkan tanah serta memberantas hama dan penyakit. Dengan pertanian organik, penggunaan bahan kimia untuk menyuburkan tanah serta mengatasi hama dan penyakti bisa dihindarkan.
Anda bisa menggunakan pupuk kandang atau pupuk daun untuk meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu, Anda juga bisa menggunakan limbah yang berasal dari rumah potong hewan (RPH). Limbah tersebut dapat bermanfaat dan aman untuk tanaman setelah melalui proses dekomposisi dan pengujian kandungan unsur hara serta racun yang terkandung di dalamnya.
Sertifikasi organik dapat diberikan berdasarkan lokasi dan teknik budidaya yang diterapkan. Selain itu, sertifikasi juga memerhatikan sumber atau asal input produksi yang dimasukkan ke sistem pertanian organik.
Misalnya, apakah benih yang digunakan juga organik dan sumber air yang digunakan bebas dari bahan kimia. Pasalnya, residu kimia dari lahan lain di sekitar lingkungan dapat menyebar melalui banyak cara, seperti angin dan aliran air yang meresap ke dalam tanah. Oleh karena itu, meski teknik menanam sudah organik, belum tentu pelaku usaha mendapatkan sertifikasi tersebut jika input produksinya ada yang bukan dari bahan organik. Pasalnya, hasil yang akan didapatkan tidak 100 persen organik.
Ada banyak jenis sayuran yang bisa Anda tanam secara organik, seperti bawang merah, bayam, cabai merah, kangkung, selada, terung, tomat, dan wortel.
