Di tengah permintaan produk hortikultura yang sedang meningkat, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun pasar ekspor, Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto mengajak para petani untuk melakukan pengelolaan OPT (organisme pengganggu tanaman) hortikultura yang ramah lingkungan dengan menggunakan pestisida nabati.
Gambar 1. Pestisida Nabati
“Kenapa tidak kita manfaatkan dan olah bahan-bahan alami untuk membuat pestisida nabati sendiri? Kita tidak ingin produk hortikultura Indonesia tercemar oleh pestisida kimia, padahal kita juga mengonsumsinya,” tutur Prihasto seperti dikutip dari laman hortikultura.pertanian.go.id
Ditjen Hortikultura siap mendukung pengelolaan OPT di lapangan sesuai dengan prinsip Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Pelaksanaan pengelolaan OPT membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, petani, hingga pelaku usaha hortikultura.
Penerapan PHT yang dimaksud adalah budidaya tanaman yang sehat, pengamatan OPT pemanfaatan agen hayati dan musuh alami, serta mengajak petani mempraktikkan PHT secara langsung di lahan.
Petugas Pengendali OPT Madya Yogyakarta, Paryoto menjelaskan pertanian yang ramah lingkungan tidak hanya fokus untuk mencapai produksi yang tinggi, tetapi juga harus komitmen dalam menjaga keberlanjutan agroekosistem dan efisiensi biaya.
“Petani memerlukan pendampingan yang tulus. POPT dan petugas lainnya dapat berperan sebagai fasilitator agar kelompok tani bisa mandiri,” kata Paryoto.
Dosen sekaligus pengelola Klinik Tanaman Institut Pertanian Bogor, Bonjok menjelaskan bahwa secara umum pestisida nabati sangat berpotensi digunakan untuk mengendalikan OPT. Walaupun cenderung terihat kurang efektif dibanding pestisida kimia sintetis, pestisida nabati memiliki risiko yang sangat minim terhadap agroekosistem dan berpeluang rendah menyebabkan resistensi hama.