Studi S3 adalah suatu proses pembelajaran atas berbagai keahlian yang bermanfaat untuk berkarir di dunia industri. Beberapa manfaat utama yang saya rasakan antara lain: handal menangani ambiguitas, bekerja secara terstruktur, berpikir kritis dan kreatif dalam membuat solusi.
Terlepas dari berbagai manfaat studi S3, saya beberapa kali mendapati anggapan yang keliru dari mahasiswa Indonesia mengenai studi S3. Betapa sayangnya jika para mahasiswa ini akhirnya memutuskan untuk tidak mengambil studi S3 berdasarkan anggapan yang keliru. Berikut ini 5 anggapan umum yang saya rasa tidak benar mengenai studi S3.
1. Hanya untuk mereka yang super pintar. Seringkali orang beranggapan studi S3 hanya ditujukan bagi mereka yang luar biasa pintar karena S3 adalah tingkat pendidikan formal tertinggi. Artinya jika Anda tidak memiliki rekam jejak cemerlang saat studi S1/S2, maka studi S3 bukan untuk Anda. Hal ini adalah tidak benar. Pernyataan yang tepat adalah studi S3 hanya ditujukan untuk mereka yang pantang menyerah, rajin, dan berkeingintahuan tinggi. Hal ini karena studi S3 berbeda dari S1/S2 yang sebagian besar adalah kuliah, tugas, dan ujian. Penelitian adalah bagian kecil dari S1/S2, sedangkan ini adalah bagian utama dari S3. Mereka yang sangat pintar namun tidak mampu mengatasi kegagalan dan kekecewaan akan mengalami kesulitan besar saat terlibat dalam penelitian serta berbagai tantangannya. Sebaliknya, nilai rendah saat S1/S2 bukan harga mati untuk tidak mengambil S3. Sebagai contoh nyata, saya mendapat nilai 6 (setara C, sekedar lulus) untuk mata kuliah S2 yang mendasari studi S3 saya. Namun saya tetap mampu menyelesaikan S3 dalam 4 tahun dengan beberapa penghargaan.
2. Membosankan karena berkutat dengan hal yang sama selama 4 tahun. Suatu hari di kereta dari Amsterdam menuju Eindhoven saya mendengar percakapan dua orang Belanda yang baru saja menyelesaikan kuliahnya. Seorang diantaranya bertanya ke yang lain apakah ia memutuskan mengambil S3. Ia menjawab tidak, karena bekerja di industri baginya lebih menarik dan dinamis (?) sedangkan S3 membosankan karena ia akan bekerja dengan hal yang sama selama minimal 4 tahun. Semoga itu bukan satu-satunya alasan yang mendasari keputusannya, karena pernyataannya yang terakhir itu keliru. Penelitian S3 terdiri dari berbagai topik kecil yang secara keseluruhan membentuk tema utama penelitian tersebut. Setiap topik memerlukan penelitian tersendiri. Artinya dalam 4 tahun studi S3 Anda akan melakukan beberapa penelitian berbeda dalam satu tema besar. Anda terus belajar dan memahami banyak hal baru yang akan membuka wawasan keilmuan Anda secara menyeluruh. Ditambah kegiatan lain seperti menghadiri konferensi ilmiah dan membimbing mahasiswa, yakinlah Anda akan mengerjakan banyak hal berbeda selama studi S3.
3. Hanya untuk mereka yang ingin bekerja sebagai akademisi. Beberapa penyedia beasiswa S3 memberikan prioritas kepada para (calon) akademisi. Walaupun banyak doktor yang kemudian mengabdi sebagai dosen dan peneliti, bukan berarti studi S3 hanya ditujukan bagi mereka yang ingin menjadi akademisi. Sebaliknya, S3 hanyalah prasyarat bagi para akademisi, namun adalah nilai jual tambah bagi praktisi. Profesor atau guru besar sebagai jabatan tertinggi di akademia diawali dengan studi S3, sebagai bukti seseorang mampu memimpin dan melaksanakan penelitian yang mandiri dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Di lain pihak, seseorang tidak perlu menyelesaikan studi S3 untuk menjadi direktur atau memimpin perusahaan. Namun, intensitas studi S3 akan memberikan cara pandang berbeda dan membentuk pola pikir kritis serta terstruktur untuk mencapai tujuan. Ini merupakan nilai tambah nyata bagi mereka yang bekerja di dunia industri: tidak semua praktisi memiliki kemampuan tersebut. Penjabaran lebih lanjut dapat Anda temukan di artikel saya sebelumnya mengenai 8 kemampuan yang Anda pelajari selama studi S3 untuk karir di dunia industri.
4. Lulusan S3 cenderung teoretis dan tidak praktis. Tidak dapat dipungkiri begitu banyak teori yang harus dipelajari selama penelitian S3. Namun anggapan bahwa lulusan S3 cenderung teoretis, yaitu berpikir hanya dalam kerangka teori, adalah keliru. Pernyataan yang tepat adalah seorang doktor seringkali berpikir abstrak dan konseptual dalam mencapai tujuannya. Kemampuan ini terlatih karena 4 tahun penelitian yang dilakukan bukanlah untuk mencari jawaban sekedarnya, tetapi jawaban yang benar, optimal, atau lebih baik daripada yang diketahui sampai saat ini dalam batasan-batasan atau asumsi tertentu. Di dunia industri, jawaban yang demikian setara dengan solusi atau kebijakan pragmatis yang menguntungkan tidak hanya untuk jangka pendek tetapi juga jangka panjang. Solusi seperti ini seringkali melibatkan diskusi konseptual dengan tingkat abstraksi tinggi, dimana seorang lulusan S3 sudah sangat terlatih melakukannya. Artinya, lulusan S3 mampu merencanakan solusi pragmatis berkualitas tinggi.
5. Membuang waktu untuk memulai karir. Banyak orang berpikir dua kali untuk melakukan studi S3 karena durasinya yang panjang. Sepuluh tahun adalah jangka waktu yang wajar untuk mencapai S3 sejak awal studi di universitas: 4 tahun S1, 2 tahun S2, 4 tahun S3. Artinya jika seseorang memulai kuliah di umur 17 tahun dan memutuskan untuk meneruskan studinya secara berkesinambungan, baru pada umur 27 tahun ia akan memulai karir di industri atau akademia. Sementara itu teman-teman kuliah saat S1 sudah mengumpulkan setidaknya 6 tahun pengalaman kerja. Apa kemudian sebanyak itu pulakah waktu membangun karir terbuang sia-sia? Tidak. S3 bagi saya adalah masa investasi keilmuan, pola pikir, dan etos kerja. Hasilnya akan tercermin pada kinerja tinggi saat memulai karir; sebagai nilai tambah yang membedakan Anda dari rekan kerja lain, serta tingginya percaya diri terhadap kemampuan sendiri karena Anda telah berhasil menyelesaikan S3 sebagai salah satu tantangan terbesar dalam hidup Anda. Anggaplah S3 sebagai pelatihan intensif di lingkungan yang aman dan kondusif; bisa jadi ini adalah investasi jangka panjang terbaik untuk karir Anda.
Cermati kembali asumsi yang Anda gunakan saat mempertimbangkan studi S3. Jangan biarkan anggapan awam yang keliru menghalangi Anda melanjutkan studi ke jenjang S3.
Sumber : https://id.linkedin.com/pulse/5-anggapan-keliru-mengenai-studi-s3-ricky-andriansyah